Sunday, July 27, 2008

Dapur



Saya bukanlah Rudi Choiruddin yang luwes meracik makanan dari berbagai bahan yang keliahatannya tidak perlu menjadi sangat perlu dan menarik untuk di santap.

Saya hanyalah seorang penikmat makan, yang kalau sudah masuk area dapur harus menghasilkan sesuatu untuk dimasukan ke dalam perut alias wajib makan!

Sering, begitu masuk area jajahan, tidak ada sesuatu yang bisa dimakan. Kecewa? Tentunya. Solusinya? Sesuai dengan prinsip awal, masuk = hasil.

Saya pun mulai sering mencoba kreasi masakan sendiri demi kenyamanan perut dan prinsip.

Yang jadi masalah, karena jarang ke dapur untuk berkreasi otomatis ada beberapa isi dapur yang masih terasa asing. Apalagi beberapa bumbu dapur, walau namanya beda tapi bentuknya nyaris mirip. Hasilnya? Saya pun sering salah :

Salah 1
Kejadiannya baru beberapa minggu lalu, niatnya mau bikin telur dadar. Persiapan yang dilakukan pertama ambil telor satu butir. Pecah dan campurkan dengan daun bawang yang sudah digoreng terlebih dahulu. Sebelum dikocok, tambahkan sedikit garam. Setelah itu telur dikocok merata dan di goreng diatas wajan dengan suhu api yang cukup.
Karena agak bingung akhirnya saya asal aja. Setelah cukup garing, saya tiriskan dan siapkan nasi untuk kemudian disantap selagi hangat bersama sambel bacem yang selalu siap di meja makan.
Suapan pertama masih belum terasa ada yang aneh. Mungkin karena terlalu lapar sehingga semua terasa enak. Baru memasuki suapan kelima ada yang aneh. Rasa telur agak manis. Nggak ada rasa asin sama sekali. Padahal sudah saya taburi garam cukup banyak.
Setelah hampir habis, keanehan semakin menjadi. Rasa manisnya semakin kuat. Akhirnya saya stop acara makan, bergegas ke dapur dan langsung mengecek.
Di rak dapur ada tiga item yang mirip. Semuanya berwarna putih dengan tekstur berbentuk butiran halus.Tiga item tadi saya bandingin. Saya teliti dengan seksama. Apa keanehan dari ketiganya.
Lama saya teliti ternyata saya tidak cukup pintar untuk menemukan perbedaan keduanya. Akhirnya solusi bijak, tanya emak apa nama ketiga serbuk putih yang mengacaukan acara makan saya.
“Ini garam, ini micin, ini pemanis pengganti gula untuk bikin es.” Ough?!!! Baru saya bisa tebak ternyata yang saya campurkan ke telur tadi adalah pemanis bukannya garam.

Salah 2
Saya heran, tiap masak emak sepertinya selalu memasukan unsur laos ataupun jahe ke dalamnya. Memang rasa masakan lebih sedap tapi akibatnya juga maknyusss.
Pernah pas lagi laper – lapernya, emak masak cumi. Cuminya kecil – kecil, jadi tanpa harus dipotong langsung dimasak. Cumi kecil kalau dimasak langsung tanpa harus dipotong rasanya lebih nikmat, rasa daging cumi yang empuk bakal terasa asoy di tiap gigitannya.
Lagi enak – enaknya makan, tiba – tiba lidah merasakan sesuatu yang aneh. Bukan rasa cumi kenyal tapi rasa Jahe. Dan benar saja, yang saya makan itu ternyata ranjau biadab yang menyerupai cumi….

Salah 3
Udah lama banget kejadiannya. Agak lupa sih, tapi sepertinya awal – awal masuk SD. Dulu, kebiasaan yang saya lakukan tiap bangun tidur adalah membuka lemari makan dan minum teh yang sudah disediakan emak di gelas kecil.
Seperti hari itu juga. Buka lemari, ambil teh, langsung minum. Glek glek …. Belum sampai setengah gelas langsung saya muntahkan lagi.
Emak yang sedang di dapur kaget dan langsung teriak “Jangan diminum itu minyak goreng!” Ah, telat mak.....
Sejak saat itu tiap minum teh di gelas kecil saya langsung eneq dan ingin muntah. Ingat kejadian beberapa tahun lalu.